Dalam tradisi jawa ada yang namanya hari pasaran yang jumlahnya ada 5 dan biasa disebut sepasar. Jadi sepasar itu 5 hari. Kalau suatu saat ada undangan sepasaran manten, maka biasanya acaranya itu dilaksanakan kurang lebih 5 hari setelah acara akad nikah. Ke 5 hari pasaran itu adalah legi, paing, pon, wage dan kliwon. Lantas kenapa dinamakan hari pasaran? wah kalau itu gak tahu juga yang jelas pada pasar-pasar tradisional biasanya memiliki satu hari yang seperti “hari raya” bagi pasar tersebut. Kalau hari raya itu lak rame to? iya ndak? Jadi setiap 5 hari sekali pasar tersebut akan lebih ramai dibanding biasanya. Baik yang jualan maupun yang beli.

Kalau yang saya hapal ada 3 pasar yaitu pasar Tempel itu kalau gak salah pasarannya wage terus pasar Sleman itu paing dan pasar cebongan itu Kliwon. Jadi pada hari pasaran itu masing-masing pasar tersebut akan lebih rame. Coba saja sekali kali dolan ke pasar sleman pas paingan manteb lah ramainya. Pas pasaran gitu tidak hanya penjual yang memang sehari hari berjualan di pasar tersebut, tapi ada banyak penjual yang “nomaden” yang hanya datang pada saat pasaran dan mereka ini bisa datang dari mana saja. Misalnya para penjual barang “klithikan” aka barang bekas, atau para penjual hewan seperti ayam, burung dll. Pada hari biasa mungkin hanya ada satu atau dua, tapi kalau pas pasaran bisa puluhan bahkan mungkin ratusan yang berjualan klithikan maupun burung.

Jadi para warga disekitar pasar itu kalau membutuhkan barang-barang yang kemungkinan susah dicari, jodoh misalnya #eh, maka akan mengkhususkan datang pada hari pasaran tersebut untuk berburu. Misalnya saja petani yang butuh cangkul, pasa hari biasa kemungkinan hanya satu atau dua yang berjualan, nah kalau pas pasaran bisa banyak pilihan dan harganya kemungkinan juga lebih bersaing. Mereka kan gak mungkin beli cangkulnya datang ke mol, indongampret atau kerfur, ya carinya ke pasar-pasar gini. Makanya daripada ngebanyakin indingampret mending perbaiki tuh pasar-pasar tradisional biar lebih tertata. La kalau pas pasaran gitu (contohnya di pasar sleman sama pasar cebongan) jalanan dipake buat jualan atau tempat parkir je, kalau kebetulan cuma mau lewat pasti repot karena rame nya itu.

Untuk barang bekas yang dijual pun cukup beraneka macam, mulai dari baju, sepatu, jam tangan, onderdil motor/mobil sampai henpon pun ada. Bagi bapak yang penghasilannya pas pasan dan kepengen membelikan anaknya sepatu tetapi belum punya uang untuk beli yang baru, mampir ke pasar sleman pas paingan bisa menjadi solusi, siapa tahu bisa nemu sepatu yang masih lumayan bagus dan harganya cocok dengan uang di dompet.

Jangan salah ya, negara kita ini memang negara kaya, tapi banyak warga yang masih menggantungkan dengan membeli barang-barang bekas untuk sekedar menyenangkan hati atau anggota keluarganya. Kalau ada anggota dpr yang tebalikin meja karena marah, maka ada warga negaranya yang tebalikin dompet untuk memastikan masih ada tidak isinya. Miris ya? iya.

Oya satu lagi, pas pasaran gitu terkadang suka ada mbak-mbak spg ber rok mini yang keliling, entah jualan rokok atau apa lah. Kalau dilihat agak kurang pas sih, la pake rok mini jalan mondar mandir menawarkan dagangan di jalan yang disulap jadi pasar dan banyak bapak-bapak atau mas-mas yang jualan itu duduk ngesot di aspal, ya bayangkan sendiri saja, atau sekali kali dolan untuk lihat 😀

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.